Rabu, 04 Februari 2015

Sensasi Pulau Terpadat di Dunia (2)

Saat berkunjung ke Bungin, cobalah untuk berjalan mengelilingi pulau. Hal yang akan nampak disepanjang perjalanan adalah rumah, rumah, dan rumah. Hampir semua lahan sudah terpakai untuk membangun rumah dari mulai gerbang masuk, tengah, dan pinggir pulau.
Terkadang satu buah rumah tidak hanya diisi oleh satu keluarga kecil, melaikan diisi oleh satu keluarga besar dengan beberapa keturunan. Saya mendapati sebuah rumah yang diisi oleh tolal 17 kepala, mulai dari kakek-nenek sampai anak cicitnya tinggal dalam satu atap.

 ‘Salah satu rumah masyarakat Bungin yang dihuni oleh 17 orang’

Anak-anak Bungin sudah dikenalkan pada lautan sejak balita
Berjalan sore hari penuju pelabuhan menjadi kebiasaan rutin saya setiap hari, selain karna ingin menyaksikan sang mentari yang siap menutup hari saya juga banyak bertemu dengan masyarakat Bungin yang ramai mengunjungi pelabuhan setiap sore.
Yang menarik adalah melihat banyak sekali anak-anak kecil di pelabuhan yang berenang, berakrobat, dan bermain dengan sampan kecil setiap sore. Bahkan ada juga anak-anak yang mencari ikan-ikan hias ditengah laut. Anak-anak ini membuat suasana pelabuhan menjadi sangat ramai dan ceria kala menyambut surya yang sebentar lagi akan tenggelam.

     ‘Seorang ibu menggendong bayi yang sedang diayun-ayun dalam ritual adat Toyah’

Anak Bungin memang begitu dekat dengan laut, sedari kecil mereka sudah dibentuk agar membiasakan diri dengan lautan. Ada sebuah adat yang bernama Toyah, adat ini berupa upacara kecil untuk mengenalkan seorang anak yang masih balita kepada laut, agar nantinya mereka menjadi seorang pelaut yang hebat, yang terbiasa dengan guncangan-guncangan ombak besar lautan.
Prosesi adat Toyah melibatkan banyak orang terutama kaum ibu, pemilihan waktu untuk pelaksanaan Toyah biasanya merupakan saran dari petinggi adat Pulau Bungin Acara adat Toyah biasanya digelar dirumah masyarakat yang mempunyai balita, ritual dilakukan disalah satu ruangan yang telah disediakan ayunan untuk balita. Setelah prosesi pembacaan mantra yang dilakukan ketua adat, bayi kemudian akan digendong dan dipangku oleh tujuh orang ibu secara bergantian di dalam ayunan yang digoyang-goyang seakan ayunan tersebut adalah kapal yang sedang diterjang ombak lautan.
Masyarakat Bungin begitu cinta sekaligus sangat bergantung pada lautan, selama lautan masih menyediakan apa yang masyarakat butuhkan, Bungin akan semakin terus hidup dan semakin berkembang, suatu saat mungkin masyarakat Indonesia bahkan dunia benar-benar akan mengakui pulau ini sebagai pulau terpadat di dunia.

Kambing-kambing aneh di Pulau Bungin
Saat berjalanan santai mengelilingi pulau saya sedikit heran dengan pemandangan dijalan-jalan sempit, banyak sekali kambing berkeliaran di pulau ini, keberadaan mereka ini menurut saya menambah jumlah kepadatan disini. Anda juga pasti heran ketika melihat langsung, bayangkan saja, susah sekali mencari tumbuhan-tumbuhan disini,lalu kenapa tetap banyak kambing peliharaan yang berkeliaran disepanjang jalan-jalan Pulau Bungin, mau makan apa mereka?

        ‘Seekor kambing sedang asik menyantap kardus’
Orang-orang Bungin memberi tahu saya kalau kambing-kambing ini makan apa saja di Bungin. “Kambing-kambing disini unik mas, bisa makan apa saja”, hmm apa saja? Apa saja disini berarti macam-macam, yang artinya mereka bisa makan barang-barang yang bukan menu utama buat mereka. Barang-barang yang biasa mereka makan disini yaitu kertas, kardus, sampah plastik, bahkan sampai kain jemuran penduduk pun mereka lahap. Saya tadinya tidak percaya, tapi setelah mengamati lebih lama perilaku kambing-kambing di Bungin saya menjadi sangat yakin kalau mereka kambing yang aneh, bukan unik.
Selain aneh,bentuk perut mereka pun seperti mengembung buncit, dan mulutnya mengeluarkan sedikit busa-busa, mungkin karna terlalu banyak memakanan plastik atau kain. Pemandangan yang membuat saya mungkin akan berpikir dua kali untuk menyantap daging kambing di pulau ini.

                         ‘Kambing-kambing Bungin seolah-olah sedang mengantri toilet’


Saking banyaknya kambing disini, pernah suatu kali saya melintas disalah satu tempat pemandian umum yang berada dekat dengan pelabuhan. Bukannya dipakai oleh warga setempat untuk keperluan sehari-hari, wc umum ini malah dipenuhi oleh sekumpulan kambing yang seolah-olah sedang mengantri untuk buang air, hihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar