Tiga
hari tiga malam, merupakan waktu yang cukup panjang untuk mengarungi lautan
luas dengan tujuan yang tak kunjung nampak. Selama waktu itu juga saya
menumpang hidup di KM Sangiang, sebuah kapal milik PELNI yang berukuran cukup
besar dan nyaman. KM Sangiang yang saya tumpangi sedang menyusuri lautan
Sulawesi Utara yang saat itu cukup tenang, kebetulan saya dengan kapal ini
mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebuah pulau di batas wilayah Indonesia
bagian utara, Pulau Miangas.
Setelah bersabar melawan bosan,
tepat di hari ke tiga perjalanan di siang hari pulau Miangas sudah mulai nampak
dari kejauhan. Pulau ini sangat kecil, mungkin terlalu kecil untuk ukuran pulau
yang hanya berdiri sendiri tanpa ditemani pulau lain disekitarnya dan berada di
antara pertemuan laut sulawesi dengan samudra pasifik.
"Pulau miangas mulai terlihat dari KM Sangiang"
Tak sabar rasanya untuk menginjakkan
kaki di pulau kecil ini, kesabaran saya akhirnya terbayar setelah Miangas
begitu jelas nampak di depan mata. Perlahan KM Sangiang mulai bersandar dibibir
pelabuhan, untung saja cuaca hari ini mendukung, karena menurut cerita sang
kapten, jarang sekali KM Sangiang bisa bersandar di pelabuhan karna cuaca di
Miangas sering kali ekstrem yang membuat gelombang air laut menjadi tak ramah.
Biasa bila cuaca sedang tak bagus, KM sangiang akan berputar ke belakang Pulau
Miangas, dan menurunkan penumpang dilautan, tentu dengan bantuan kapal-kapal
kecil milik nelayan sebagai armada lanjutan menuju pulau.
"KM Sangiang di Pelabuhan Pulau Miangas"
Setelah turun dari kapal saya
langsung disambut oleh bapak camat yang bernama Bapak Steven. Ia berkata kalau
hari ini saya benar-benar beruntung karna hari ini saya diberkahi cuaca yang
sangat baik, karena tepat sehari sebelum saya tiba pulau ini disinggahi angin
yang cukup besar sepanjang hari.
Berbincang sejenak dengan bapak
camat, saya memohon izin untuk beristirahat terlebih dahulu. Perjalanan menuju
Miangas memang perjalanan yang sangat melelahkan, apalagi saya memulai dari
kota Jakarta. Dari Jakarta saya pergi menggunakan pesawat menuju Manado, dan
menunggu selama satu hari untuk menunggu jadwal keberangkatan KM Sangiang.
Total perjalanan saya dari jakarta menuju miangas adalah empat hari, hmm
seandainya ada alternatif kendaraan lain menuju Miangas, mungkin perjalanan
tidak akan selama ini. Namun sayang sekali, jalur menuju Miangas memang
hanyalah jalur laut.
Ada dua kapal yang biasa
mengantarkan masyarakat keluar masuk pulau Miangas, yang pertama adalah KM
Sangiang yang singgah di Miangas satu kali dalam dua minggu, dan yang kedua
adalah kapal perintis Meliku Nusa yang berukuran lebih kecil dan singgah satu
kali dalam seminggu. Melihat dari kedatangan dan keberangkatan kapal, paling
cepat untuk keluar dari Miangas adalah satu minggu sekali, selain dari hari itu
tak ada lagi sarana untuk bisa pergi atau masuk pulau Miangas.
Keadaan yang serba terbatas itu
membuat masyarakat Miangas serba kekurangan, mereka biasanya menyimpan stok
bahan pokok yang bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama. Tak banyak
pilihan untuk belanja kebutuhan pokok di pulau ini, semua serba seadanya.
Status pulau Miangas terbilang cukup
lengkap, pulau ini menyandang gelar pulau terdepan, terluar, terisolasi, dan
tertinggal. Sebagai bagian dari negara NKRI sebenarnya pulau ini punya peranan
yang sangat penting, kalau tidak ada Miangas, batas negara Indonesia dengan
Filipina akan lebih dekat dengan pulau Sulawesi.
"Pemandangan sekitar Pulau Miangas dari atas bukit"
Punya peranan yang cukup penting
tidak lantas membuat pulau ini maju sebagai pulau yang sejahtera,
fasilitas-fasilitas publik masih tergolong sangat minim, termasuk fasilitas
pendidikan dan kesehatan. Ada masing-masing satu buah sekolah untuk tiap
tingkatan SD, SMP, dan SMA. Namun kenyataannya di setiap sekolah masih
kekurangan tenaga pengajar dan alat-alat penunjang pendidikan seperti buku dan
perlengkapan lainnya.
Tidak
jauh berbeda dengan pendidikan, dibidang kesehatan lebih miris lagi, hanya ada
satu orang mantri dan satu perawat yang bertugas di pulau ini. Bagi masyarakat
miangas yang menderita sakit berat, solusi untuk berobat dan mendapatkan
perawatan lebih baik adalah dengan menuju wilayah Davao, Filipina. Alasan
mereka lebih memilih untuk menuju negara Filipina memang sangat masuk akal,
untuk mengarungi lautan dan menuju Davao masyarakat hanya membutuhkan waktu
sekitar tiga jam, sementara untuk sampai wilayah Indonesia yang terdekat butuh
waktu sampai 6 jam, itu pun di wilayah dengan kondisi medisnya yang juga kurang
memadai.
"Pemandangan laut sekitar Miangas"
Ketergantungan masyarakat akan
negara Filipina nyatanya tidak hanya dari segi kesehatan, banyak hal yang
saling terkait antara masyarakat Miangas dan masyarakat Filipina, yang paling
menonjol adalah di bidang ekonomi. Untuk aktivitas belanja dan mencari uang,
masyarakat miangas lebih cenderung pergi ke Davao untuk menjual barang dan
belanja keperluan sehari-hari.
Banyak diantara masyarakat Miangas
yang bahkan bisa berbahasa Filipina, dan mempunyai uang resmi negara Filipina.
Menurut pengakuan bapak camat, keterikatan masyarakat Miangas dengan masyarakat
Davao atau Filipina sudah terjadi sejak dahulu, bahkan masyarakat Filipina sendiri
sudah menganggap Miangas sebagai bagian dari negara mereka.
"Nelayan Miangas melaut dengan kapal kecil"
Potensi Pulau Miangas
Alam Miangas sebenarnya memberikan
potensi yang cukup besar, salah satunya di perikanan. “Ikan di Miangas sangat
berlimpah, tapi kami tidak punya sumber daya yang mencukupi untuk mengolah
potensi ini”, ujar pak camat. Kebanyakan masyarakat Miangas hanya memiliki
kapal-kapal kecil yang biasa menemani mereka mengarungi lautan sekitar yang
sangat luas dan terkadang galak. Bandingkan dengan kapal milik nelayan Filipina
yang biasa disebut pamboat. Dengan pamboat-nya, nelayan Filipina lebih leluasa
menangkap ikan-ikan di wilayah.
Untungnya sekarang penjagaan di
wilayah perbatasan tersebut sudah jauh lebih ketat, pemerintah menempatkan
sejumlah pasukan darat dan laut untuk menjaga wilayah Miangas termasuk dari
potensi pencurian ikan.
"Pasukan Penjaga perbatasan Pulau Miangas"
Nelayan Filipina tak begitu saja
putus asa melihat potensi ikan yang begitu berlimpah di wilayah Miangas, mereka
masih rutin berkunjung, namun sekarang dengan pendekatan yang berbeda. Beberapa
nelayan Filipina sengaja datang rutin untuk mengajari nelayan Miangas cara
menangkap beberapa jenis ikan yang disukai orang Filipina. Mereka berharap
masyarakat Miangas akan lebih mahir menangkap ikan, lalu hasil tangkapannya
akan dibeli dan dibawa menuju Filipina.
"Nelayan Miangas memancing ikan diatas pamboat"
Bersama-sama
mereka mempraktekkan cara menangkap ikan dilaut dengan menggunakan pamboat, sekarang
sudah ada beberapa pamboat yang dihibahkan untuk masyakat Miangas sebagai
sarana nelayan mencari ikan. Sebuah kerja sama yang saling menguntungkan
kedua-belah pihak, nelayan Miangas kini mempunyai harapan untuk bisa memulai
kehidupan yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar