Jumat, 06 Februari 2015

Berlabuh Di Miangas

 Tiga hari tiga malam, merupakan waktu yang cukup panjang untuk mengarungi lautan luas dengan tujuan yang tak kunjung nampak. Selama waktu itu juga saya menumpang hidup di KM Sangiang, sebuah kapal milik PELNI yang berukuran cukup besar dan nyaman. KM Sangiang yang saya tumpangi sedang menyusuri lautan Sulawesi Utara yang saat itu cukup tenang, kebetulan saya dengan kapal ini mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebuah pulau di batas wilayah Indonesia bagian utara, Pulau Miangas.
            Setelah bersabar melawan bosan, tepat di hari ke tiga perjalanan di siang hari pulau Miangas sudah mulai nampak dari kejauhan. Pulau ini sangat kecil, mungkin terlalu kecil untuk ukuran pulau yang hanya berdiri sendiri tanpa ditemani pulau lain disekitarnya dan berada di antara pertemuan laut sulawesi dengan samudra pasifik.

                                  "Pulau miangas mulai terlihat dari KM Sangiang"

         Tak sabar rasanya untuk menginjakkan kaki di pulau kecil ini, kesabaran saya akhirnya terbayar setelah Miangas begitu jelas nampak di depan mata. Perlahan KM Sangiang mulai bersandar dibibir pelabuhan, untung saja cuaca hari ini mendukung, karena menurut cerita sang kapten, jarang sekali KM Sangiang bisa bersandar di pelabuhan karna cuaca di Miangas sering kali ekstrem yang membuat gelombang air laut menjadi tak ramah. Biasa bila cuaca sedang tak bagus, KM sangiang akan berputar ke belakang Pulau Miangas, dan menurunkan penumpang dilautan, tentu dengan bantuan kapal-kapal kecil milik nelayan sebagai armada lanjutan menuju pulau.

                                 "KM Sangiang di Pelabuhan Pulau Miangas"

         Setelah turun dari kapal saya langsung disambut oleh bapak camat yang bernama Bapak Steven. Ia berkata kalau hari ini saya benar-benar beruntung karna hari ini saya diberkahi cuaca yang sangat baik, karena tepat sehari sebelum saya tiba pulau ini disinggahi angin yang cukup besar sepanjang hari.
         Berbincang sejenak dengan bapak camat, saya memohon izin untuk beristirahat terlebih dahulu. Perjalanan menuju Miangas memang perjalanan yang sangat melelahkan, apalagi saya memulai dari kota Jakarta. Dari Jakarta saya pergi menggunakan pesawat menuju Manado, dan menunggu selama satu hari untuk menunggu jadwal keberangkatan KM Sangiang. Total perjalanan saya dari jakarta menuju miangas adalah empat hari, hmm seandainya ada alternatif kendaraan lain menuju Miangas, mungkin perjalanan tidak akan selama ini. Namun sayang sekali, jalur menuju Miangas memang hanyalah jalur laut.
        Ada dua kapal yang biasa mengantarkan masyarakat keluar masuk pulau Miangas, yang pertama adalah KM Sangiang yang singgah di Miangas satu kali dalam dua minggu, dan yang kedua adalah kapal perintis Meliku Nusa yang berukuran lebih kecil dan singgah satu kali dalam seminggu. Melihat dari kedatangan dan keberangkatan kapal, paling cepat untuk keluar dari Miangas adalah satu minggu sekali, selain dari hari itu tak ada lagi sarana untuk bisa pergi atau masuk pulau Miangas.
    Keadaan yang serba terbatas itu membuat masyarakat Miangas serba kekurangan, mereka biasanya menyimpan stok bahan pokok yang bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama. Tak banyak pilihan untuk belanja kebutuhan pokok di pulau ini, semua serba seadanya.
    Status pulau Miangas terbilang cukup lengkap, pulau ini menyandang gelar pulau terdepan, terluar, terisolasi, dan tertinggal. Sebagai bagian dari negara NKRI sebenarnya pulau ini punya peranan yang sangat penting, kalau tidak ada Miangas, batas negara Indonesia dengan Filipina akan lebih dekat dengan pulau Sulawesi.

                                   "Pemandangan sekitar Pulau Miangas dari atas bukit"

   Punya peranan yang cukup penting tidak lantas membuat pulau ini maju sebagai pulau yang sejahtera, fasilitas-fasilitas publik masih tergolong sangat minim, termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan. Ada masing-masing satu buah sekolah untuk tiap tingkatan SD, SMP, dan SMA. Namun kenyataannya di setiap sekolah masih kekurangan tenaga pengajar dan alat-alat penunjang pendidikan seperti buku dan perlengkapan lainnya.
     Tidak jauh berbeda dengan pendidikan, dibidang kesehatan lebih miris lagi, hanya ada satu orang mantri dan satu perawat yang bertugas di pulau ini. Bagi masyarakat miangas yang menderita sakit berat, solusi untuk berobat dan mendapatkan perawatan lebih baik adalah dengan menuju wilayah Davao, Filipina. Alasan mereka lebih memilih untuk menuju negara Filipina memang sangat masuk akal, untuk mengarungi lautan dan menuju Davao masyarakat hanya membutuhkan waktu sekitar tiga jam, sementara untuk sampai wilayah Indonesia yang terdekat butuh waktu sampai 6 jam, itu pun di wilayah dengan kondisi medisnya yang juga kurang memadai.

                                            "Pemandangan laut sekitar Miangas"

    Ketergantungan masyarakat akan negara Filipina nyatanya tidak hanya dari segi kesehatan, banyak hal yang saling terkait antara masyarakat Miangas dan masyarakat Filipina, yang paling menonjol adalah di bidang ekonomi. Untuk aktivitas belanja dan mencari uang, masyarakat miangas lebih cenderung pergi ke Davao untuk menjual barang dan belanja keperluan sehari-hari.
       Banyak diantara masyarakat Miangas yang bahkan bisa berbahasa Filipina, dan mempunyai uang resmi negara Filipina. Menurut pengakuan bapak camat, keterikatan masyarakat Miangas dengan masyarakat Davao atau Filipina sudah terjadi sejak dahulu, bahkan masyarakat Filipina sendiri sudah menganggap Miangas sebagai bagian dari negara mereka.


                                     "Nelayan Miangas melaut dengan kapal kecil"

Potensi Pulau Miangas
     Alam Miangas sebenarnya memberikan potensi yang cukup besar, salah satunya di perikanan. “Ikan di Miangas sangat berlimpah, tapi kami tidak punya sumber daya yang mencukupi untuk mengolah potensi ini”, ujar pak camat. Kebanyakan masyarakat Miangas hanya memiliki kapal-kapal kecil yang biasa menemani mereka mengarungi lautan sekitar yang sangat luas dan terkadang galak. Bandingkan dengan kapal milik nelayan Filipina yang biasa disebut pamboat. Dengan pamboat-nya, nelayan Filipina lebih leluasa menangkap ikan-ikan di wilayah.
       Untungnya sekarang penjagaan di wilayah perbatasan tersebut sudah jauh lebih ketat, pemerintah menempatkan sejumlah pasukan darat dan laut untuk menjaga wilayah Miangas termasuk dari potensi pencurian ikan.

                                   "Pasukan Penjaga perbatasan Pulau Miangas"

        Nelayan Filipina tak begitu saja putus asa melihat potensi ikan yang begitu berlimpah di wilayah Miangas, mereka masih rutin berkunjung, namun sekarang dengan pendekatan yang berbeda. Beberapa nelayan Filipina sengaja datang rutin untuk mengajari nelayan Miangas cara menangkap beberapa jenis ikan yang disukai orang Filipina. Mereka berharap masyarakat Miangas akan lebih mahir menangkap ikan, lalu hasil tangkapannya akan dibeli dan dibawa menuju Filipina.
                                   "Nelayan Miangas memancing ikan diatas pamboat"
   Bersama-sama mereka mempraktekkan cara menangkap ikan dilaut dengan menggunakan pamboat, sekarang sudah ada beberapa pamboat yang dihibahkan untuk masyakat Miangas sebagai sarana nelayan mencari ikan. Sebuah kerja sama yang saling menguntungkan kedua-belah pihak, nelayan Miangas kini mempunyai harapan untuk bisa memulai kehidupan yang lebih baik.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar